Jumat, 05 Maret 2010

Identifikasi Kation dengan Uji Nyala

PERCOBAAN 1
Judul Percobaan : Identifikasi Kation dengan Uji Nyala
Tujuan Percobaan : Mengamati dan Membedakan Warna Nyala dari Beberapa Jenis Kation
Hari/Tanggal : Selasa/ 3 Maret 2009
Jurusan/ Fakultas : Pendidikan Kimia/MIPA
Nama Kelompok : 1. Putu Eka Surya Putra (0713031001)
2. I Wayan Sugiata (0713031002)
3. Luh Murniasih (0713031010)
I. Pendahuluan
Analisis secara kualitatif merupakan teknik analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang terkandung dalam suatu zat. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu reaksi kering dan reaksi basah. Analisis cara kering relatif jarang dilakukan dibandingkan dengan cara basah. Reaksi kering ini umumnya dilakukan untuk zat-zat padat dan reaksi basah untuk zat dalam larutan. Analisis cara kering merupakan penyelidikan yang bersifat orientasi, yaitu mencari kemungkinan unsur-unsur penyusun suatu cuplikan. Hal ini dapat diamati baik terhadap perubahan sifat fisika maupun kimia cuplikan yang diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh luar. Pada umumnya analisis cara kering dilakukan pada zat padat atau zat yang dapat diubah menjadi berwujud padat. Hal yang dapat diamati pada analisis cara kering ini antara lain: Pengaruh pemanasan cuplikan pada tabung pemanas, warna nyala api saat cuplikan dibakar dengan api bunsen dan perubahan warna pada mutu boraks, fosfat dan karbonat.
Salah satu analisis cara kering adalah dengan uji nyala api yang dilakukan dengan menggunakan nyala api dari lampu Bunsen yang tidak berwarna atau berwarna biru. Untuk dapat melakukan uji nyala api ini, maka diperlukan pemahaman tentang struktur nyala api Bunsen. Pada dasarnya, nyala api Bunsen yang tidak bersinar terdiri dari tiga bagian, yaitu (i) kerucut bagian dalam berwarna biru yang terdiri dari gas-gas tidak terbakar,(ii) ujung terang yang hanya tampak apabila lubang udara agak tertutup, (iii)
kerucut bagian luar daerah terjadinya pembakaran sempurna. Menurut Bunsen, bagian-bagian nyala api yang utama terdiri dari: bagian dengan suhu terendah, daerah pelebura, daerah oksidasi bawah, daerah oksidasi atas, daerah reduksi atas, dan daerah reduksi bawah.
Logam-logam golongan alkali dan alkali tanah merupakan logam-logam ringan karena massa jenis atau rapatan logam golongan ini kecil. Semua golongan ini bereaksi baik dengan air membebaskan gas hidrogen dan menghasilkan basa kuat. Logam-logam ini terdapat di alam dalam bentuk persenyawaan. Pemanasan senyawa ini berawal dari reaksi pembakaran . Reaksi pembakaran merupakan bereaksinya bahan yang mudah terbakar dengan gas asam. Sumber gas pembakar dapat berasal dari tabung tertentu atau dari udara bebas. Hasil pemabakran, yaitu, berwarna kebiruan atau tidak berwarna.
Logam alkali dan alkali tanah pada dasarnya memiliki beberapa sifat fisika dan sifat kimia yang dapat membeda kannya dengan unsur dari golongan lain. Salah satu sifat khas dari golongan alkali dan alkali tanah adalah warna nyala dari garam-garam alkali dan alkali tanah ketika dibakar dengan pembakar Bunsen. Masing-masing warna yang dihasilkan dari golongan IA dan IIA tersebut disebabkan atom-atom dari unsur logam tersebut mampu menyerap sejumlah energi panas untuk membentuk atom logam berenergi tinggi (keadaan tereksitasi). Pada keadaan berenergi tinggi atom logam tersebut sifatnya tidak stabil sehingga mudah kembali keadaan semula (berenergi rendah) dengan cara memancarkan energi yang diserapnya dalam bentuk cahaya (hv).
LX + q → L + X
L + q → L*
L* → L + hv
Besarnya energi yang diserap atau yang dipancarkan oleh setiap atom unsur logam yang khas. Hal ini dapat ditunjukkan dari warna nyala atom-atom logam yang mampu menyerap radiasi cahaya di daerah sinar tampak. Warna nyala khas dari beberapa atom unsur logam adalah sebagai berikut:
Logam
Warna Nyala
Warna yang Menembus kaca Kobalt
Natrium
Kuning Emas
-
Kalium
Violet (Ungu)
Merah Padam
Kalsium
Merah Bata
Hijau Muda
Stronsium
Merah Padam
Ungu
Barium
Hijau Kekuningan
Hijau Kebiruan
II. Alat Dan Bahan
Alat
Jumlah
Bahan
Jumlah
Lampu Bunsen
Kaca Arloji
Kaca Kobalt
Gelas Kimia
Kawat Nikrom
Spatula
Plat Tetes
Pipet Tetes
1 buah
2 buah
1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
• Garam klorida dari Natrium, Kalsium, Stronsium, dan Barium
• HCL Pekat
Secukupnya
Secukupnya
III. Prosedur Kerja
4.1 Membuat Nyala Lampu Bunsen-Spiritus
a. Lubang tempat udara (O2) masuk ditutup rapat dengan cara memutar cincin pengamat
b. Korek api dinyalakan di mulut pipa Bunsen dan secara bersamaan kran pengatur keluarnya bahan bakar diputar dengan perlahan sehingga terjadi pembakaran
c. Cincin pengatur keluarnya udara diputar sehingga didapatkan nyala api yang tidak berwarna atau berwarna kebiruan
4.2 Identifikasi Kation
a. Kawat nikrom dibersihkan terutama pada ujung kawat (sampel) dengan cara sebagai berikut. Ujung kawat nikrom dimasukkan ke dalam larutan HCl pekat dan selanjutnya dibakar dalam nyala api. Warna nyala yang dihasilkan dari pembakaran kawat ini diamai. Kawa nikrom telah bersih jika api tidak berwarna lagi saat dipanaskan.
b. Sebanyak satu gram sampel padat dari garam-garam klorida di atas ditempatkan dalam plat tetes. Beberapa tetes HCl pekat ditambahkan ke dalam sampel sehingga mengahasilkan sampel yang kental
c. Kawat nikrom yang sudah bersih ditempelkan bagian ujungya ke dalam sampel, selanjutnya dibakar dalam nyala api Bunsen pada daerah nyala yang sesuai
d. Warna nyala yang ditimbulkan diamati dan dicatat
e. Untuk mendapatkan data hasil pengamatan yang lebih baik, kaca kobalt, digunakan sebagai alat bantu untuk menyerap polutan cahaya
f. Pengarjaan di atas dilakukan berulang-ulang sampai warna nyala yang diamati dapat diketahui kekhasannya secara jelas. Warna nyala yang didapat dibandingkan dengan yang tertera pada tabel di atas
g. Hal yang sama dilakukan untuk sampel unknown (dipersiapkan laboran) dan unsur logam penyusun sampel tersebut ditentukan
IV. Hasil Pengamatan
Zat
Warna Nyala
Warna Nyala yang Menembus Kaca Kobalt
NaCl
Kuning Keemasan
-
KCl
Ungu
Merah Padam
CaCl2
Merah Bata
Hijau
SrCl2
Merah Padam
Ungu
BaCl2
Hijau Kekuningan
Hijau
Unknown 1
Kuning Keemasan
-
Unknown 2
Hijau Kekuningan
Hijau
Unknown 3
Ungu
Merah padam
V. Pembahasan
Pada pada percobaan uji nyala ini, hal pertama yang dilakukan adalah membuat nyala lampu Bunsen spiritus. Hal ini dilakukan dengan mengatur nyala Bunsen melalui pengaturan cincin pengatur sehingga didapatkan nyala api yang kebiruan atau tidak berwarna. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan pengamatan warna nyala terhadap kation-kation golongan IA dan IIA selama proses pembakaran. Sebaliknya, jika nyala Bunsen menunjukkan warna tertentu, misalnya merah maka akan dapat mengganggu proses identifikasi kation golongan alkali dan alkali tanah.
Langkah kedua yang dilakukan adalah kawat nikrom yang telah ditancapkan pada sebatang gelas dibersihkan dengan cara memasukkan ujung kawat tersebut ke dalam HCl pekat dan dipanaskan pada daerah peleburan dari nyala api. Kawat nikrom ini bersih jika api tidak berwarna lagi. Digunakan HCl pekat untuk membersihkan kawat nikrom dilakukan karena , apabila HCl dibakar pada lampu bunsen warna yang dihasilkan sama dengan nyala api Bunsen yakni tidak berwarna. Implikasi dari hal tersebut, dalam proses identifikasi tidak akan menggangu warna nyala logam alkali dan alkali tanah ketika diamati. Pemilihan HCl Pekat dikarenakan HCl dapat melarutkan zat-zat pengotor atau kontaminan yang masih melekat pada kawat nikrom sehingga pengotor tersebut akan mudah menguap dari kawat, sehingga kawat benar-benar bersih.
Selanjutnya, sampel padat dari garam-garam klorida ditempatkan dalam plat tetes kemudian ditambahkan beberapa tetes HCl pekat. Penambahan HCl ini dilakukan untuk menghasilkan sampel yang kental sehingga sampel lebih mudah menempel pada kawat nikrom. Selanjutnya ujung kawat nikrom dicelupkan ke dalam larutan cuplikan dan dipanaskan ke dalam daerah oksidasi bawah. Dalam hal ini, garam-garam klorida dari golongan alkali akan lebih mudah atau cepat menguap bila dibandingkan garam-garam klorida dari golongan alkali tanah. Akibatnya, uji nyala api untuk garam-garam klorida dari golongan alkali (natirum dan kalium) dipanaskan pada daerah oksidasi bawah. Daerah oksidasi bawah ini ditujukkan untuk zat-zat yang mudah menguap. Sedangkan untuk garam-garam klorida dari golongan alkali tanah (kalsium, stronsium, barium) di panaskan pada daerah peleburan yakni daerah nyala paling panas.
Pada percobaan digunakan garam-garam klorida dari natrium, kalium, kalsium, stronsium, dan barium. Dipilihnya garam-garam klorida dari golongan alkali dan alkali tanah karena garam-garam ini mampu membentuk garam-garam klorida yang ketika dibakar menunjukkan warna yang spesifik. Pada dasarnya, apabila suatu senyawa kimia dipanaskan, maka akan terurai menghasilkan unsur-unsur penyusunnya dalam wujud gas atau uap. Kemudian, atom-atom dari unsur logam tersebut mampu menyerap sejumlah energi tinggi (keadaan tereksitasi). Pada keadaan energi tinggi, atom logam tersebut sifatnya tidak stabil sehingga mudah kembali ke keadaan semula (berenergi rendah) dengan cara memancarkan energi yang diserapnya dalam bentuk cahaya.
LX + q → L + q
L + q → L*
L* → L + hv
Besarnya energi yang diserap atau yang dipancarkan oleh setiap atom unsur logam bersifat khas. Hal ini dapat ditujukkan dari wrna nyala atom-atom logam yang mampu meneyerap radiasi cahaya didaerah sinar tampak.
Warna nyala dari beberapa jenis kation yang diamati dalam percobaan ini adalah:
No
Sampel
Warna Nyala
Warna nyala yang menembus kaca kobalt
1.
NaCl
Kuning Keemasan
-
2.
KCl
Ungu
Merah
3.
BaCl2
Hijau Kekuningan
Hijau
4.
CaCl2
Merah Bata
Hijau
5.
SrCl2
Merah Padam
Ungu
Dari data hasil percobaan di atas, ternyata warna nyala yang diperoleh sama dengan warna nyala secara teoritis. Pada uji nyala ini, selain menggunakan nyala api Bunsen, dipergunakan juga kaca kobalt. Kaca kobalt digunakan karena dapat menyerap warna kuning sehingga dapat memberikan kemudahan dalam mengamati warna nyala dari suatu kation, misalnya, nyala pai dari campuran kalium dan natrium yang berwarna kuning, yaitu hanya terlihat warna dari natrium. Untuk melihat warna nyala api dari kaliumnya dipergunakan kaca kobalt. Warna kuning akan diserap, sedangkan warna ungu akan menembus kaca kobalt. Dari tabel di atas, bisa dilihat kekhasan warna nyala dari masing-
masing logam. Kekhasan ini berhubungan dengan besar kecilnya energi yang diserap atau yang dipancarkan oleh setiap atom unsur logam, sehingga warna nyala yang dihasilkan juga berbeda. Warna unsur-unsur bebrapa logam
Strontium kalium kalsium natrium barium
Dalam percobaan uji nyala ini juga diberikan tiga sampel unknown yang harus diidentifikasi. Ketiga sampel unknown tersebut memberikan warna nyala sebagai berikut:
Sampel
Warna Nyala
Warna yang menembus kaca kobalt
Unknown A
Kuning Keemasan
-
Unknown B
Hijau Kekuningan
Hijau
Unknown C
Ungu
Merah
Berdasarkan analisis dari teori yang ada dan hasil pengamatan, maka dari uji sampel unknown tersebut, dapat diketahui bahwa sampel unknown A adalah sampel logam natrium. Hal ini dapat dilihat dari percobaan yaitu saat dibakar sampel memberikan warna nyala kuning keemasan, sementara saat diuji dengan kaca kobalt tidak memberiakn warna dengan kata lain tidak menembus kaca kobalt. Sedangkan uji sampel untuk uknown B memberikan warna nyala hijau kekuningan dan saat dilihat dengan kaca kobalt memberikan warna hijau, sehingga dapat ditarik suatu simpulan bahwa sampel tersebut adalah sampel logam barium. Hasil percobaan sampel unknown C, saat dibakar pada
nyala api Bunsen, memberikan warna ungu, dan saat dilihat dengan kaca kobalt menunjukkan warna merah yang mengindikasikan bahwa sampel tersebut adalah sampel logam kalium.
Dari hasil nyala yang telah dilakukan pada sampel unknown menunjukkan warna yang spesifik, dimana warna nyala ditunjukkan oleh sampel unknown dapat dibandingkan dengan warna nyala yang dimiliki oleh beberapa logam sehingga kita dapat mengetahui sampel unknown yang digunakan.
VI. Simpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
a) Pembakaran suatu zat menghasilkan warna yang berbeda-beda berdasarkan panjang
gelombang yang dipancarkan oleh setiap atom unsur logam tersebut dan kemampuannya menyerap radiasi cahaya di daerah tampak
b) Warna yang dihasilkan suatu zat dengan menggunakan kaca kobalt berbeda dengan uji nyala . Hal ini disebabkan karena kemampuan kaca kobalt untuk menyerap warna yang dihasilkan oleh kation dari unsur tersebut
c) Kelima zat ( natrium, kalium, kalsium, barium, dan stronsium) yang diuji mampu menyerap sejumlah energi dari pemansan dan membentuk atom logam yang berenergi tinggi (keadaan tereksitasi). Besarnya energi yang dipancarkan oleh atom unsur logam bersifat khas.
d) Kation dapat dibedakan berdasarkan warna nyala yang ditimbulkan dari nyala api Bunsen. Dimana setiap kation memiliki karakteristik warna yang berbeda-beda.
e) Urutan panjang gelombang terbesar dari kation logam golongan alkali dan alkali tanah adalah sebagai berikut : CaCl2 > SrCl2>NaCl>BaCl2>KCl
Jawaban Pertanyaan
1. Unsur golongan alkali dan alkali tanah umumnya digunakan dalam identifikasi uji nyala karena unsur-unsur tersebut memiliki warna nyala yang sangat khas dan tajam sehingga sangat mudah untuk diamati. Untuk uji nyala ini biasanya digunakan garam-garam kloridanya. Atom unsur tersebut mempunyai kemampuan yang besar untuk menyerap energi panas untuk membentuk atom logam yang berenergi tinggi ( keadaan tereksitasi). Pada keadaan ini atom logam
tersebut sifatnya tidak stabil sehingga mudah kembali ke keadaan semula (berenergi rendah) dengan cara memancarkan energi yang diserapnya dalam bentuk spektrum emisi yang sebenarnya. Spektrum ini terdiri atas beberapa garis warna atau panjang gelombang yang khas bagi setiap unsur. Untuk unsur golongan alkali dan alkali tanah memiliki panjang gelombang tertentu dan nyala warna khas serta sangat mudah untuk dikenali melalui uji nyala.
2. Dalam percobaan ini digunakan HCl untuk membersihkan kawat nikrom dan juga digunakan untuk membuat sampel menjadi kental sehingga mudah menempel dalam kawat nikrom. Pada percobaan ini, digunakan HCl untuk membersihkan kawat nikrom karena HCl dapat melarutkan pengotor-pengotornya /zat pengganggu yang mungkin menempel pada kawat nikrom ( kawat nikrom menjadi bersih). Selain itu, pembakaran HCl tidak memberikan warna sehingga tidak mempengaruhi atau mengganggu warna nyala logam alkali dan alkali tanah ketika diamati. Sedangkan ditambahkan HCl ke dalam sampel agar sampel dapat menempel pada kawat nikrom.
3. Dalam prosedur analisis secara umum baik itu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif harus dilakukan uji nyala. Uji nyala merupakan salah satu uji yang harus dilakukan dalam analisis kualitatif terutama pengujian dari zat-zat yang padat ( reaksi kering). Uji nyala ini merupkan identifikasi kation yang bermanfaat dalam waktu singkat.Uji nyala ini dilakukan bila senyawa-senyawa yang ingin diketahui penyusunnya mampu menunjukkan warna yang khas. Jika tidak maka hasil analisis akan sulit dilakukan yang berimplikasi pada kevalidan data yang diperoleh.didapat informasi secara kualitatif maka tahap selanjutnya adalah analisis kuantitatif.
Daftar Pustaka
Selamat, I Nyoman dan Gusti lanang Wiratama. 2004. Penuntun Praktikum Kimia Analitik . Singaraja : IKIP Negeri Singaraja
Selamat, dkk. 2001. Buku Penuntun Belajar kimia Analitik Kualitatif. Singaraja : IKIP Negeri Singaraja
Vogel, A.I. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka
PERCOBAAN II
Judul Percobaan : Identifikasi Logam dengan Uji Boraks
Tujuan Percobaan : Mengamati dan Membedakan Warna Mutu Boraks dari Beberapa Jenis Kation
Hari/Tanggal : Selasa/ 3 Maret 2009
Jurusan/ Fakultas : Pendidikan Kimia/MIPA
Nama Kelompok : 1. Putu Eka Surya Putra (0713031001)
2. I Wayan Sugiata (0713031002)
3. Luh Murniasih (0713031010)
I. Pendahuluan
Uji nyala biasanya dilakukan pada logam-logam alkali dan alkali tanah sedangkan pada uji mutu boraks biasanya dilakukan pada logam-logam transisi. Unsur-unsur golongan transisi terletak diantara unsur-unsur golongan alkali tanah dan boron. Logam-logam transisi ini pada dasarnya memiliki sifat kimia yang berbeda bila dibandingkan dengan unsur golongan alkali dan alkali tanah. Hal ini dikarenakan pada unsur transisi bukan hanya elektron terluar yang dapat bertindak sebagai elektron-elektron valensi
( elektron-elektron yang terlibat dalam ikatan) melainkan juga elektron yang menempati subkulit d. Adanya sifat kimia yang khas ini (adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan pada orbital-orbital subkulit d menyebabkan unsur-unsur transisi memiliki
Beberapa karakteristik sebagai berikut:
1) Logam-logam transisi dari senyawa-senyawanya bersifat paramagnetik
2) Logam-logam transisi memiliki titik leleh yang lebih tinggi daripada unsur-unsur utama yang merupakan logam
3) Logam-logam transisi jika membentuk senyawa dapat memiliki beberapa macam bilangan oksidasi
4) Logam-logam transisi dan senyawa-senyawanya dapat bertindak sebagai katalis
Berbeda dengan unsur-unsur alkali dan alkali tanah, pada umumnya senyawa unsur transisi membentuk senyawa berwarna dari ion-ion logamnya (B2O3).
Na2B4O7. 10 H2O → 2 NaBO2 + B2O3 + 10 H2O
Natrium metaborat atau anhidrida boraks tersebut dengan senyawa garam (oksidasi asam ) akan bereaksi menghasilkan senyawa metaborat yang warnanya karakteristik untuk setiap logamnya. Senyawa garam tersebut antara lain tembaga, besi, krom, mangan, nikel, dan kobalt. Natrium metaborat atau anhidrida boraks tersebut dengan garam (oksida asam) akan bereaksi menghasilkan senyawa metaborat yang warnanya karakteristik untuk setiap logamnya. Senyawa garam tersebut antara lain tembaga, besi, krom, mangan, nikel, dan kobalt.
Mutu boraks berwarna karena terbentuknya senyawa-senyawa boraks yang berwarna. Perbedaan warna dari mutu terjadi dalam nyala api oksidasi dan reduksi, dimana senyawa boraks mengikuti logam dalam tahap-tahap oksidasi. Mutu yang diperoleh dalam keadaan panas dimasukkan ke dalam serbuk zat, dan diusahakan agar zat tersebut hanya sedikit yang menempel pada mutu boraks. Mutu dan zat yang menempel kemudian dipanasi pada nyala reduksi bawah kemudian didinginkan, setelah itu dipanasi pada nyala oksidasi.
Mutu yang diperoleh, dalam keadaan panas dimasukkan ke dalam serbuk zat, dan diusahakan agar zat tersebut hanya sedikit yang menempel pada mutu boraks. Mutu dan zat yang menempel kemudian dipanasi pada nyala reduksi bawah kemudian didinginkan, setelah itu dipanasi pada nyala oksidasi bawah.
Gambar api bunsen
Nyala tak terang terdiri dari 3 bagian : (i) kerucut biru dalam ADB yang terdiri dari sebagian besar gas yang tak terbakar; (ii) ujung terang D ; dan (iii) selubung luar, abcd dalam tempat dimana terjadi pembakaran sempurna. Bagian-bagian nyala api Bunsen adalah sebagai berikut.
o Bagian suhu terendah (a) digunakan untuk menguji zat-zat yang mudah menguap, untuk menentukan apakah zat-zat tersebut akan memberikan warna pada nyala api. Bagian nyala api terpanas (b) disebut daerah peleburan, digunakan untuk menguji sifat peleburan zat dan juga untuk melengkapi (a) dalam menguji kemudahan relatif suatu zat untuk menguap.
o Daerah oksidasi bawah (c) terletak di luar batas (b) digunakan untuk oksidasi zat-zat yang larut dalam mutu boraks, fosfat, dan karbonat.
o Daerah oksidasi atas (d) terdiri dari nyala api tidak berwarna yang memiliki kelebihan oksigen dan nyalanya tidak sepanas (c). Daerah ini digunakan untuk proses oksidasi yang tidak memerlukan suhu tinggi.
o Daerah reduksi atas (e) merupakan kerucut berwarna biru dan banyak mengandung karbon berpijar. Daerah ini baik sekali untuk mereduksi oksida-oksida berupa kerak sehingga menjadi logam.
o Daerah reduksi bawah ( f) terletak di bagian sudut dalam kerucut berdekatan dengan kerucut yang berwarna biru. Di daerah ini gas pereduksi kurang kuat dibandingkan dengan daerah reduksi atas (e).
Dalam hal ini, natrium metaborat atau anhidrida boraks tersebut dengan senyawa garam (oksida logam) akan bereaksi menghasilkan senyawa metaborat yang warnanya karakteristik untuk setiap logamnya, seperti terlihat pada tabel di bawah. Perbedaan warna dari mutu terjadi dalam nyala api oksidasi dan reduksi, dimana senyawa borat mengikat logam dalam tahap-tahap oksidasi disajikan dalam tabel berikut.
Daerah Nyala Oksidasi
Daerah Nyala Reduksi
LOGAM
Panas
Dingin
Panas
Dingin
Cu
Fe
Cr
Mn
Co
Ni
Bi
Hijau
Coklat
Kuning Tua
Violet
Biru
-
-
Biru
Kuning
Hijau
Violet
Biru
Coklat Merah
Tidak Berwarna
Tidak Berwarna
Hijau
Hijau
Tidak Berwarna
Biru
-
-
Merah
Hijau
Hijau
Tidak Berwarna
Biru
Abu-abu hitam
Abu-abu
II. Alat dan Bahan
Alat
Jumlah
Bahan
Jumlah
Lampu Bunsen
Kawat Nikrom
Kaca Arloji
Gelas Kimia
Spatula
Plat tetes
1 buah
1 buah
2 buah
2 buah
1 buah
1 buah
Boraks(Na2B4O7.10 H2O)
Sampel yang mengandung tembaga, besi, mangan, dan kobalt
HCl Pekat
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
III. Prosedur Kerja
4.1 Nyala Lampu Bunsen Dibuat tidak Berwarna atau Kebiruan
4.2 Identifikasi Mutu Boraks
a. Kawat nikrom dibersihkan pada bagian ujungnya (tempat sampel) menggunakan HCl pekat dan dibakar dalam nyala api Bunsen
b. Ujung kawat nikrom dibengkokkan sehingga membentuk lubang sebesar kepala korek api
c. Ujung kawat pada lampu Bunsen dipanaskan hingga memijar dan segera dimasukkan ke dalam serbuk boraks. Pemanasan dilanjutkan secara perlahan-lahan sehingga terjadi suatu mutu yang jernih seperti kaca
d. Mutu yang terbentuk ini dalam keadaan panas dimasukkan ke dalam serbuk sampel yang dibuat halus dan dipanaskan. Mula-mula dipanaskan dalam nyala api reduksi bawah lalu didinginkan, selanjutnya mutu dipanaskan lagi pada nyala api oksidasi bawah dan didinginkan
e. Warna nyala yang ditimbulkan dalam keadaan panas dan dingin pada kedua daerah nyala ( nyala oksidasi dan reduksi) diamati
f. Pengerjaan di atas dilakukan berulang-ulang sampai warna yang ditimbulkan dapat diamati secara jelas. Warna mutu yang didapat dibandingkan dengan yang tertera pada tabel di atas
g. Hal yang sama dilakukan untuk sampel unknown ( disiapkan laboran) dan unsur logam penyusun sampel tersebut ditentukan.
IV. Hasil Pengamatan
Daerah Nyala Oksidasi
Daerah Nyala Reduksi
LOGAM
Panas
Dingin
Panas
Dingin
Mn
Fe
Co
Unknown A
Unknown B
Ungu
Merah kecoklatan
Biru
Ungu
Biru
Ungu (seperti kristal iod)
Kuning
Biru
Ungu
Biru
Tidak Berwarna
Hijau
Biru
Tidak Berwarna
Biru
Tidak Berwarna
Hijau Muda
Biru
Tidak Berwarna
Biru
V. Pembahasan
Seperti halnya yang dilakukan pada uji nyala, maka pertama-tama yang dilakukan adalah mengatur nyala api Bunsen sehingga diperoleh nyala yang kebiruan. Hal ini akan sangat membantu didalam mengamati warna nyala dari mutu boraks selama proses pembakaran berlangsung. Pada dasarnya reaksi mutu boraks hampir sama dengan uji nyala, namun reaksi ini dilakukan dengan cara membuat sebuah maniks boraks dalam lubang cincin pada kawat nikrom. Hal ini dilakukan dengan membersihkan kawat nikrom dengan HCl pekat lalu memanaskannya pada zona peleburan dari nyala api Bunsen. Zona peleburan ini dipilih karena pada bagian ini merupakan zona dengan nyala api terpanas atau temperatur tertinggi dari nyala api Bunsen sehingga diharapkan zat-zat yang masih menempel pada kawat nikrom akan melebur dan kawat nikrom akan menjadi bersih. Dalam hal ini, tanda dari sebuah kawat nikrom yang bersih adalah ketika dipanaskan kawat nikrom tidak akan memberikan warna nyala tertentu yang menunjukkan masih terdapat zat pengganggu atau pengotor.
Selanjutnya setelah kawat nikrom menjadi bersih, maka ujung kawat nikrom dibengkokkan sehingga membentuk lubang yang mirip dengan kepala korek api. Kemudian lubang ini dipanaskan dalam nyala api Bunsen sampai memijar dan sesegera mungkin dimasukkan ke dalam serbuk garam natrium boraks ( Na2B4O7. 10 H2O). Zat padat pada kawat nikrom kemudian diapanaskan pada nyala Bunsen yang terpanas ( daerah peleburan). Dari hasil pembakaran, saat garam-garam tersebut dipanaskan maka mula-mula garam tersebut akan mengembang dan berwarna putih. Hal ini terjadi sebagai akibat dari proses pelepasan air kristal dari garam tersebut. Selanjutnya garam ini akan mengkerut sebesar lubang pada kepala korek api tersebut dan membentuk mutu (manik ) yang tidak berwarna, transparan, seperti kaca, den tembus cahaya. Mutu ini terdiri dari suatu campuran natrium metaborat (NaBO2) dan anhidrida boraks (B2O3). Reaksi itu dapat dituliskan sebagai berikut:
Na2B4O7.10 H2O → 2 NaBO2 + B2O3
Kemudian mutu ditempelkan pada serbuk sampel yang akan diamati, dan diusahakan agar zat yang menempel di mutu boraks tersebut tidak terlalu banyak, karena akan dapat mempengaruhi warna mutu, dimana didapatkan mutu akan berwarna gelap dan tidak dapat tembus cahaya atau kabur jika dilakukan pemanasan selanjutnya dengan kata lain tidak akan terbentuk lapisan mirip kaca yang bening. Pemanasan yang pertama pada sampel yang menempel pada mutu mula-mula dilakukan pada daerah reduksi bawah (pada zona ini gas pereduksi bercampur dengan oksigen dari udara sehingga tingkat pereduksinya lebih rendah dengan zona reduksi atas, dan digunakan untuk mereduksi boraks lelehan dan selanjutnya diamati dalam keadaan panas dan dingin. Kemudian mutu dipanaskan kembali pada nyala api oksidasi bawah (digunakan untuk mengoksidasi zat-zat yang terlarut dalam maniks boraks, natrium karbonat, atau garam yang terlarut dalam mutu boraks, dan natrium karbonat) lalu didinginkan dan diamati dalam keadaan panas dan dingin.
Pada saat melakukan percobaan, saat pergantian pemanasan sampel dari nyala api reduksi bawah ke nyala api oksidasi bawah. Kami tidak melakukan pergantian sampel dengan sampel yang baru namun masih menggunakan sampel yang sama. Langkah ini kami lakukan pada setiap sampel yang diuji. Hal inilah yang sekiranya membuat kami agak sulit dalam mengamati warna mutu yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan sampel yang sudah tereduksi pada nyala reduksi bawah tidak dapat lagi kembali ke keadaan semula sebelum direduksi dengan kata lain reaksi yang terjadi tidak reversibel. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan di atas, bahwa perbedaan warna dari mutu terjadi dalam nyala api reduksi dan nyala api oksidasi , dimana senyawa borat mengikat logam dalam tahap-tahap oksidasi.
Dari hasil pengamatan pada empat sampel, didapatkan hasil sebagai berikut:
􀀹 Uji mutu borak pada mangan, digunakan sampel mangan(IV)oksida atau MnO2. Warna yang dihasilakan pada nyala reduksi bawah adalah tidak berwarna pada keadaan dingin. Demikian juga pada keadaan panas tidak ada warna. Tetapi pada daerah oksidasi atas, mutu berwarna ungu. Baik dalam keadaan panas maupun dalam keadaan dingin.
􀀹 Uji mutu borak pada sampel kobal, sampel yang digunakan adalah kobal(II)oksida atau CoO. Warna yang dihasilkan pada nyala reduksi bawah
adalah biru pada keadaan panas. Begitu juga pada keadaan dingin akan menghasilkan warna biru pada mutu. Hal yang sama juga terjadi pada nyala oksidasi atas dimana warna yang dihasilkan pada keadaan panas adalah biru dan pada keadaan dingin juga berwarna biru.
􀀹 Uji mutu borak pada sampel unknown 1, warna yang dihasilkan pada daerah oksidasi atas adalah ungu pada keadaan panas. Demikian juga pada keadaan dingin akan menghasilkan warna ungu. Sedangkan ketika mutu dipanaskan pada zone reduksi bawah, tidak menghasilkan warna ketika dipanaskan dan tidak berwarna ketika didinginkan. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa sampel unknown 1 tersusun atas logam mangan (Mn).
􀀹 Uji mutu borak pada sampel unknown 2, warna yang dihasilkan ketika dipanaskan pada zone oksidasi atas adalah berwarna biru pada keadaan panas. Demikian juga pada keadaan dingin akan memberikan warna biru. Pada daerah oksidasi bawah juga menghasilkan warna yang sama pada keadaan panas dan dingin yaitu mutu berwarna biru. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa sampel unknown 2 tersusun atas logam Co.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan didapat hasil percobaan menunjukkan kesamaan dengan teori yang ada. Walaupun ada sedikit perbedaan warna antara teori dengan hasil praktikum, tetapi perbedaan ini timbul akibat kesulitan dalam mengamati warna mutu yang terjadi. Hal ini dikarenakan manik borak yang dihasilkan kurang bagus, ukurannya juga kecil dan jumlah sampel yang melekat pada mutu terlalu banyak sehingga kesulitan dalam mengamati mutu yang dihasilkan dan harus dilakukan berkali-kali sampai didapatkan warna yang jelas. Dari hasil percobaan diatas dapat diamati bahwa adanya perbedaan warna mutu dari masing-masing sampel yang terjadi dalam nyala api reduksi bawah dan oksidasi bawah, dimana senyawa borak mengikat logam dalam tahap-tahap oksidasi yang berbeda-beda.
VI. Simpulan
Dari hasil percobaan dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dari uji mutu borak yang dilakukan pada beberapa logam diantaranya adalah Fe, Co dan Mn didapatkan warna-warna yang spesifik yang dimiliki oleh masing-masing unsur tersebut. Setiap unsur memiliki warna yang berbeda-beda. Hal inilah yang membedakan unsur yang satu dengan yang lain. Terbentuknya borat berwarna dimana warna manik itu berlainan dalam nyala reduksi dan nyala oksidasi, dengan derajat oksidasi logam yang berbeda-beda. Senyawa yang terbentuk dari reaksi antara mutu borak dengan sampel logam adalah senyawa kompleks meatborat.
Jawaban Pertanyaan
1) Karakteristik dari uji mutu boraks dibandingkan dengan uji nyala api adalah pada uji mutu boraks dipergunakan mutu yang diperoleh dari pemanasan serbuk boraks yang kemudian dicelupkan ke dalam serbuk sampel yang kemudian dibakar pada nyala reduksi bawah dan nyala oksidasi bawah sehingga diperoleh warna mutu yang berbeda-beda untuk setiap sampel. Sedangkan pada uji nyala sampel langsung dibakar pada nyala api hanya dengan menggunakan kawat nikrom, warna nyala api inilah yang akan menunjukkan jenis dari sampel yang diidentifikasi pada uji nyala.
2) Selain oksida diatas, oksida lainnya juga dapat diidentifikasi dengan menggunakan uji mutu boraks tetapi tidak menunjukkan warna yang spesifik seperti yang ditunjukkan oleh oksida Cu, Co, Mn, Fe, Ni, Bi, dan Cr sehingga akan sulit untuk mengidentifikasinya. Karena uji mutu boraks pada percobaan yang dilakukan hanya menggunakan sampel logam oksida seperti Co, Cu, Mn, dan Fe maka oksida logam lainnya seperti Ni, Bi, dan Cr dapat diidentifikasi dan akan menghasilkan warna yang spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
Selamat, I Nyoman dan I Gusti Lanang Wiratma.2004.Penuntun Praktikum Kimia Analitik.Singaraja:IKIP Negeri Singaraja
Selamat, dkk.2001.Buku Penuntun Kimia Analitik Kualitatif.Singaraja:IKIP Negeri Singaraja
Vogel,A.I.1985.Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.Jakarta:PT Kalman Media Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar